An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullahu Ta’ala berkata,
Simak selengkapnya disini. Klik http://muslim.or.id/47511-menjaga-lisan-di-era-media-sosial.html
Menjaga Lisan di Era Media
Sosial
اعلم أنه
لكلّ مكلّف أن يحفظَ لسانَه عن جميع الكلام إلا كلاماً تظهرُ المصلحة فيه،
ومتى استوى الكلامُ وتركُه في المصلحة، فالسنّة الإِمساك عنه، لأنه قد
ينجرّ الكلام المباح إلى حرام أو مكروه، بل هذا كثير أو غالب في العادة،
والسلامة لا يعدلُها شيء
“Ketahuilah bahwa hendaknya setiap
mukallaf menjaga lisannya dari seluruh perkataan, kecuali perkataan yang
memang tampak ada maslahat di dalamnya. Ketika sama saja nilai maslahat
antara berbicara atau diam, maka yang dianjurkan adalah tidak berbicara
(diam). Hal ini karena perkataan yang mubah bisa menyeret kepada
perkataan yang haram, atau minimal (menyeret kepada perkataan) yang
makruh. Bahkan inilah yang banyak terjadi, atau mayoritas keadaan
demikian. Sedangkan keselamatan itu tidaklah ternilai harganya.” (Al-Adzkaar, hal. 284)Simak selengkapnya disini. Klik http://muslim.or.id/47511-menjaga-lisan-di-era-media-sosial.html
Assalamu’alaykum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Berjumpa lagi bersama saya Blogger
pemula. Pada kesempatan kali ini saya akan membagikan sebuah artikel Islami
berjudul “Menjaga Lisan di Era Media Sosial”. Selamat membaca semuanya.
اعلم أنه لكلّ مكلّف أن يحفظَ لسانَه عن جميع الكلام إلا كلاماً
تظهرُ المصلحة فيه، ومتى استوى الكلامُ وتركُه في المصلحة، فالسنّة الإِمساك عنه،
لأنه قد ينجرّ الكلام المباح إلى حرام أو مكروه، بل هذا كثير أو غالب في العادة،
والسلامة لا يعدلُها شيء
“Ketahuilah bahwa
hendaknya setiap mukallaf menjaga lisannya dari seluruh perkataan, kecuali
perkataan yang memang tampak ada maslahat di dalamnya. Ketika sama saja nilai
maslahat antara berbicara atau diam, maka yang dianjurkan adalah tidak
berbicara (diam). Hal ini karena perkataan yang mubah bisa menyeret kepada
perkataan yang haram, atau minimal (menyeret kepada perkataan) yang makruh.
Bahkan inilah yang banyak terjadi, atau mayoritas keadaan demikian. Sedangkan keselamatan
itu tidaklah ternilai harganya.” (Al-Adzkaar, hal. 284)
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
“Di antara tanda
kebaikan Islam seseorang adalah dia meninggalkan hal-hal yang tidak ada
manfaatnya.” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976, shahih)
Hendaknya
setiap kita senantiasa menjaga diri dari berbicara atau menuliskan komentar
yang tidak jelas manfaatnya. Kita tidaklah berbicara kecuali dalam hal-hal yang
memang kita berharap ada manfaat untuk agama (diin) kita. Ketika kita
melihat bahwa suatu perkataan itu tidak bermanfaat, maka kita pun menahan diri
dari berbicara (alias diam). Kalaupun itu bermanfaat, kita pun masih perlu
merenungkan: apakah ada manfaat lain yang lebih besar yang akan hilang jika
saya tetap berbicara?
Sampai-sampai
ulama terdahulu mengatakan bahwa jika kita ingin melihat isi hati seseorang,
maka lihatlah ucapan yang keluar dari lisannya. Ucapan yang keluar dari lisan
seseorang akan menunjukkan kepada kita kualitas isi hati seseorang, baik orang
itu mau mengakui ataukah tidak. Jika yang keluar dari lisan dan komentarnya
hanyalah ucapan-ucapan kotor, sumpah serapah, celaan, hinaan, makian, maka
itulah cerminan kualitas isi hatinya.
Oleh karena itu, ketika
salah seorang sahabat datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
bertanya,
يَا
رَسُولَ اللَّهِ عَلِّمْنِي وَأَوْجِزْ
“Ajarkanlah
(nasihatilah) aku dengan ringkas saja.”
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab,
إِذَا
قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ
تَعْتَذِرُ مِنْهُ وَأَجْمِعْ الْيَأْسَ عَمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ
“Apabila
kamu (hendak) mendirikan shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang
hendak berpisah. Janganlah kamu mengatakan suatu perkataan yang akan
membuatmu harus meminta maaf di kemudian hari. Dan kumpulkanlah rasa putus
asa dari apa yang di miliki oleh orang lain.” (HR. Ibnu Majah no. 4171,
hadits hasan)
Betapa
banyak kita men-share dan menuliskan berita-berita yang tidak (atau
belum) jelas kebenarannya, kemudian penyesalan itu datang ketika kita harus
berurusan dengan pihak berwajib karena dampak buruk tulisan-tulisan kita di media
sosial. Dan kemudian kita pun sibuk meminta maaf, sama persis dengan nasihat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas.
Mungkin hanya itu dulu ya artikel yang saya bagikan pada hari ini. Semoga bermanfaat untuk kita semua.
An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullahu Ta’ala berkata,
Simak selengkapnya disini. Klik http://muslim.or.id/47511-menjaga-lisan-di-era-media-sosial.html
اعلم أنه
لكلّ مكلّف أن يحفظَ لسانَه عن جميع الكلام إلا كلاماً تظهرُ المصلحة فيه،
ومتى استوى الكلامُ وتركُه في المصلحة، فالسنّة الإِمساك عنه، لأنه قد
ينجرّ الكلام المباح إلى حرام أو مكروه، بل هذا كثير أو غالب في العادة،
والسلامة لا يعدلُها شيء
“Ketahuilah bahwa hendaknya setiap
mukallaf menjaga lisannya dari seluruh perkataan, kecuali perkataan yang
memang tampak ada maslahat di dalamnya. Ketika sama saja nilai maslahat
antara berbicara atau diam, maka yang dianjurkan adalah tidak berbicara
(diam). Hal ini karena perkataan yang mubah bisa menyeret kepada
perkataan yang haram, atau minimal (menyeret kepada perkataan) yang
makruh. Bahkan inilah yang banyak terjadi, atau mayoritas keadaan
demikian. Sedangkan keselamatan itu tidaklah ternilai harganya.” (Al-Adzkaar, hal. 284)Simak selengkapnya disini. Klik http://muslim.or.id/47511-menjaga-lisan-di-era-media-sosial.html
An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullahu Ta’ala berkata,
Simak selengkapnya disini. Klik http://muslim.or.id/47511-menjaga-lisan-di-era-media-sosial.html
اعلم أنه
لكلّ مكلّف أن يحفظَ لسانَه عن جميع الكلام إلا كلاماً تظهرُ المصلحة فيه،
ومتى استوى الكلامُ وتركُه في المصلحة، فالسنّة الإِمساك عنه، لأنه قد
ينجرّ الكلام المباح إلى حرام أو مكروه، بل هذا كثير أو غالب في العادة،
والسلامة لا يعدلُها شيء
“Ketahuilah bahwa hendaknya setiap
mukallaf menjaga lisannya dari seluruh perkataan, kecuali perkataan yang
memang tampak ada maslahat di dalamnya. Ketika sama saja nilai maslahat
antara berbicara atau diam, maka yang dianjurkan adalah tidak berbicara
(diam). Hal ini karena perkataan yang mubah bisa menyeret kepada
perkataan yang haram, atau minimal (menyeret kepada perkataan) yang
makruh. Bahkan inilah yang banyak terjadi, atau mayoritas keadaan
demikian. Sedangkan keselamatan itu tidaklah ternilai harganya.” (Al-Adzkaar, hal. 284)Simak selengkapnya disini. Klik http://muslim.or.id/47511-menjaga-lisan-di-era-media-sosial.html
An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullahu Ta’ala berkata,
Simak selengkapnya disini. Klik http://muslim.or.id/47511-menjaga-lisan-di-era-media-sosial.html
اعلم أنه
لكلّ مكلّف أن يحفظَ لسانَه عن جميع الكلام إلا كلاماً تظهرُ المصلحة فيه،
ومتى استوى الكلامُ وتركُه في المصلحة، فالسنّة الإِمساك عنه، لأنه قد
ينجرّ الكلام المباح إلى حرام أو مكروه، بل هذا كثير أو غالب في العادة،
والسلامة لا يعدلُها شيء
“Ketahuilah bahwa hendaknya setiap
mukallaf menjaga lisannya dari seluruh perkataan, kecuali perkataan yang
memang tampak ada maslahat di dalamnya. Ketika sama saja nilai maslahat
antara berbicara atau diam, maka yang dianjurkan adalah tidak berbicara
(diam). Hal ini karena perkataan yang mubah bisa menyeret kepada
perkataan yang haram, atau minimal (menyeret kepada perkataan) yang
makruh. Bahkan inilah yang banyak terjadi, atau mayoritas keadaan
demikian. Sedangkan keselamatan itu tidaklah ternilai harganya.” (Al-Adzkaar, hal. 284)Simak selengkapnya disini. Klik http://muslim.or.id/47511-menjaga-lisan-di-era-media-sosial.html
An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullahu Ta’ala berkata,
Simak selengkapnya disini. Klik http://muslim.or.id/47511-menjaga-lisan-di-era-media-sosial.html
اعلم أنه
لكلّ مكلّف أن يحفظَ لسانَه عن جميع الكلام إلا كلاماً تظهرُ المصلحة فيه،
ومتى استوى الكلامُ وتركُه في المصلحة، فالسنّة الإِمساك عنه، لأنه قد
ينجرّ الكلام المباح إلى حرام أو مكروه، بل هذا كثير أو غالب في العادة،
والسلامة لا يعدلُها شيء
“Ketahuilah bahwa hendaknya setiap
mukallaf menjaga lisannya dari seluruh perkataan, kecuali perkataan yang
memang tampak ada maslahat di dalamnya. Ketika sama saja nilai maslahat
antara berbicara atau diam, maka yang dianjurkan adalah tidak berbicara
(diam). Hal ini karena perkataan yang mubah bisa menyeret kepada
perkataan yang haram, atau minimal (menyeret kepada perkataan) yang
makruh. Bahkan inilah yang banyak terjadi, atau mayoritas keadaan
demikian. Sedangkan keselamatan itu tidaklah ternilai harganya.” (Al-Adzkaar, hal. 284)Simak selengkapnya disini. Klik http://muslim.or.id/47511-menjaga-lisan-di-era-media-sosial.html
Komentar
Posting Komentar